Rabu, 10 Desember 2014

PERANAN BIOLOGI “SISTEM REPRODUKSI” DALAM BIDANG KESEHATAN MASYARAKAT

2.1 Tinjauan Tentang Remaja Masa remaja adalah merupakan masa peralihan baik secara fisik, psikis maupun sosial dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Remaja adalah aset sumber daya manusia yang merupakan tulang punggung penerus generasi di masa mendatang. Bila dilihat dari komposisi penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin, jumlah remaja menempati posisi yang lebih besar dibanding dengan komposisi umur lainnya. Besarnya jumlah penduduk usia remaja ini merupakan peluang dan bukan menjadi masalah bagi pemerintah. Pada tahun 1974, WHO memberikan defensi tentang remaja yang bersifat konseptual. Defenisi ini berdasarkan 3 kriteria biologik, psikologik dan sosial ekonomi. Dari segi umur WHO membagi menjadi remaja awal (10-14 tahun) dan remaja akhir (15-20 tahun). PBB menetapkan usia 15-24 tahun sebagai usia pemuda (youth) dalam rangka menetapkan tahun 1985 sebagai tahun pemuda internasional. Di Indonesia, batasan remaja mendekati batasan PBB tentang pemuda kurun usia 14-24 tahun yang dikemukakan dalam Sensus Penduduk 1980. Menurut sensus ini, jumlah remaja Indonesia adalah 147.338.075 jiwa atau 18,5% dari seluruh penduduk Indonesia. Pedoman umum masyarakat Indonesia untuk menentukan batasan usia remaja yaitu 11 – 24 tahun dan belum menikah. J.J. Rosseau membagi perkembangan jiwa manusia menurut perkembangan perasaannya, yang membaginya menjadi 4 tahap yaitu: 1. Umur 0-4 atau 5 tahun : masa kanak-kanak (infancy). 2. Umur 5-12 tahun : masa bandel (savage stage). 3. Umur 12-15 tahun : bangkitnya akal (rasio), nalar (reason) dan kesadaran diri (self consciousness). 4. Umur 15-20 tahun : masa kesempurnaan remaja (adolescence proper) dan merupakan puncak perkembangan emosi. 2.1.1 Perkembangan Fisik (Biologik) pada Masa Remaja Pada masa remaja seseorang mengalami pertumbuhan fisik yang lebih cepat dibandingkan dengan masa sebelumnya. Ini nampak pada organ seksualnya. Ciri sekunder individu dewasa adalah: • Pada pria tampak tumbuh kumis, jenggot dan rambut sekitar alat kelamin dan ketiak. Rambut yang tumbuh relatif lebih kasar. Suara menjadi lebih besar, dada melebar dan berbentuk segitiga, serta kulit relatif lebih kasar. • Pada wanita tampak rambut mulai tumbuh di sekitar alat kelamin dan ketiak, payudara dan panggul mulai membesar, dan kulit relatif lebih halus. Organ kelamin juga mengalami perubahan ke arah pematangan yaitu: • Pada pria, sejak usia ini testis akan menghasilkan sperma yang tersimpan dalam skrotum. • Pada wanita, kedua indung telur (ovarium) akan menghasilkan sel telur (ovum). Sejak saat ini wanita akan mengalami ovulasi dan menstruasi. 2.1.2 Perkembangan Psikosial pada Masa Remaja Kesadaran akan bentuk fisik yang bukan lagi anak-akan menjadikan remaja sadar meninggalkan tingkah laku anak-anaknya dan mengikuti norma serta aturan yang berlaku. Menurut Havigrust aspek psikologis yang menyertainya yaitu:  Menerima kenyataan (realitas) jasmani  Mencapai hubungan sosial yang lebih matang dengan teman sebaya.  Menjalankan peran-peran sosial menurut jenis kelamin sesuaikan dengan norma.  Mencapai kebebasan emosional (tidak tergantung) pada orangtua atau orang dewasa lain.  Mengembangkan kecakapan intelektual serta konsep untuk bermasyarakat.  Memilih dan mempersiapkan diri untuk suatu pekerjaan atau jabatan.  Mencapai kebebasan ekonomi, merasa mampu hidup dengan nafkah sendiri.  Mempersiapkan diri untuk melakukan perkawinan. 2.2 Perubahan Sosial mempengaruhi Perilaku Seks Remaja Secara ekologis, perilaku seksual manusia merupakan bagian dari perilaku reproduksi. Pada manusia, perilaku seksual dapat didefenisikan sebagai interaksi antara perilaku prokreatif dengan situasi fisik serta sosial yang melingkunginya. Perilaku seksual manusia bukan hanya cerminan rangsangan hormon semata, melainkan menggambarkan juga hasil saling pengaruh antara hormon dan pikiran. Pikiran itu sendiri dipengaruhi oleh pengalaman, pendidikan dan budaya. Sehingga meskipun dorongan birahi itu sendiri bersifat biologis, pola perilaku seksual seseorang akan sangat dipengaruhi oleh tata nilai dan adat istiadat yang berbeda-beda sesuai dengan etnis, agama dan status sosial ekonominya. Semua itu kemudian akan menentukan peran seksual seseorang dalam masyarakat. Perubahan sosial adalah gejala yang wajar terjadi di manapun. Perubahan yang terjadi tidak disebabkan oleh faktor tunggal, melainkan oleh multifaktor. Kendati demikian, dalam perjalanan waktu, beberapa faktor penyebab perubahan terbukti berperan lebih berperan lebih signifikan secara khusus. Salah satu diantaranya adalah perubahan lingkungan, baik yang disebabkan oleh perubahan kependudukan maupun iklim atau topografi. Perubahan kependudukan, baik dengan maupun tanpa perubahan iklim, cepat atau lambat mendorong terjadinya migrasi, teknik-teknik produksi baru, kepadatan penduduk yang tidak merata, dan kombinasi semua itu. Selain perubahan lingkungan, faktor penyebab perubahan sosial lainnya, yang sejak dulu dipandang paling penting, adalah perubahan teknologi dan perubahan politik. Perubahan teknologi tersebut, khususnya berupa arus informasi dan komunikasi hasil terknologi baru, telah masuk hingga ke pelosok desa. Tanpa terasa, arus tersebut telah masuk dalam berbagai janji dan impian, dan berdampak sangat besar terhadap tatanan masyarakat dan kebudayaan setempat. Politik kependudukan pemerintah, terutama berupa program keluarga berencana nasional, hadir dalam masyarakat kota maupun desa dalam wujud materi yang jarang disadari dan diukur dampaknya. Materi tersebut berwujud dalam bentuk kondom, spiral, pil anti hamil, buku-buku panduan singkat mencegah kehamilan dan lain-lain yang tersedia di toko-toko buku, apotik-apotik, took-toko obat di pinggir jalan hingga di Puskesmas-Puskesmas dan kedai-kedai di pedesaan. Tujuan mengejar target program keluarga berencana yaitu menekan kenaikan jumlah penduduk, tampaknya lebih penting daripada proses sosial dan kebudayaan yang terjadi dalam keluarga dan masyarakat. Keluarga sebagai bagian dari sistem masyarakat yang lebih luas, terkait secara harmonis dan fungsional dengan unsur-unsur lain dalam sistem tersebut. Keluarga dalam perspektif ini dilihat sebagai satu kesatuan sosial dimana para anggotanya termasuk remaja merupakan bagian integral yang solid secara analitik. Remaja akan merespons perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya dengan cepat karena rasa ingin tahu yang dimiliki. Kemajuan pembangunan di bidang ekonomi serta meningkatnya industrialisasi juga akan disertai dengan meningkatnya kesempatan bagi remaja untuk hidup konsumtif, hedonistik atau kesempatan untuk tinggal di luar pengawasan orang tua. Keadaan ini dapat diikuti dengan meningkatnya aktifitas seksual mereka yang sulit untuk dihentikan hanya dengan melarang atau mengajari mereka tentang moralitas, karena di sisi lain, para produsen akan merayu remaja dengan memanfaatkan perkembangan biologi dan seksualitas mereka. Perilaku seks remaja yang tidak sehat akan menimbulkan beberapa manifestasi, khususnya di kalangan remaja sendiri. Masalah yang berkaitan dengan kehamilan yang tidak diinginkan yang meliputi : 1. Pembunuhan bayi karena faktor malu. 2. Pengguguran kandungan, terutama yang dilakukan secara tidak aman. 3. Dampak kehamilan yang tidak diinginkan pada remaja putri baik terhadap kesehatan. 4. Dampak sosial ekonomi dari kehamilan yang tidak diinginkan. Selain masalah di atas, masalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual yang meliputi : 1. Masalah penyakit menular seksual yang lama, seperti sifilis dan gonorhae. 2. Masalah penyakit menular seksual yang relatif baru seperti chlamidya dan herpes. 3. Masalah HIV/AIDS 4. Dampak sosial dan ekonomi dari penyakit menular seksual. Menurut laporan Sekretaris Jenderal pada sesi khusus majelis umum PBB mengenai HIV/AIDS bahwa tiap hari ada 6000 remaja yang terinfeksi HIV. Sebagian besar dari mereka tidak memiliki akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai, informasi yang benar, bahkan keterampilan hidup. Berbagai upaya pencegahan penyebaran HIV/AIDS dan infeksi seksual menular lainnya seringkali tidak tersedia bagi para remaja. Pelayanan kesehatan reproduksi pada umumnya hanya membatasi bagi orang dewasa yang sudah menikah dan tidak menyediakan sarana khusus bagi remaja yang hadir tanpa wali. Bila tersedia pelayanan kesehatan, banyak faktor yang membuat remaja tidak menggunakannya termasuk kurangnya pelayanan yang bersifat pribadi serta menjaga kerahasiaan, petugas yang kurang peka, lingkungan yang tidak aman dan ketidakmampuan membayar. Agar menurunkan dampak secara keseluruhan, upaya dalam mendidik para kaum muda menjadi sangat penting karena pada intinya, memberdayakan generasi muda untuk melindungi diri mereka adalah langkah pertama untuk mengendalikan HIV/AIDS. Salah satu upaya konkrit adalah kesadaran untuk berperilaku seks yang sehat dalam menjaga kesehatan reproduksi mereka sendiri. 2.3 Pengetahuan Kesehatan Reproduksi yang Benar Membentuk Perilaku Seks yang Aman 2.3.1 Peningkatan Pengetahuan Melalui Sekolah Pendidikan seksualitas adalah suatu kegiatan pendidikan yang berusaha untuk memberikan pengetahuan agar remaja dapat mengubah perilaku seksualnya ke arah yang lebih bertanggung jawab. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran dan penciuman, rasa, dan raba. Pengguguran kandungan yang dilakukan secara gelap/aborsi akibat ketidaktahuan yang mendatangkan kematian merupakan salah satu alasan mengapa pendidikan seksualitas diperlukan dan mendesak untuk dimasukkan dalam kurikulum pelajaran formal di tiap sekolah. Sayangnya, banyak negara berkembang termasuk indonesia, makna pendidikan seksualitas/PKRR banyak disalahartikan. Pendidikan seksual dianggap sebagai pendidikan yang mengajari bagaimana melakukan hubungan seks, dan untuk itu sebelumnya pendidikan seperti ini dilarang. Tetapi seiring dengan bergulirnya waktu dan makin kompleksnya permasalahan remaja yang dihadapi pemerintah, khususnya yang berhubungan dengan perilaku seks atau reproduksi yang tidak aman, maka pemerintah kembali mengambil kebijakan untuk menghidupkan kembali program pendidikan seks ini melalui program Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja (PKRR). Sekolah sebagai institusi formal yang merupakan tempat sebagian besar kelompok remaja adalah wadah yang tepat untuk memberikan pengetahuan kepada remaja tentang kesehatan reproduksi atau perilaku seks yang sehat dan aman melalui pendidikan yang dimasukkan dalam kurikulum. Tujuan umum dari Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja (PKRR) adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan siswa dan remaja menuju kehidupan generasi penerus yang berkualitas. Tujuan khususnya adalah untuk meningkatkan pengetahuan sikap dan perilaku siswa/remaja tentang kesehatan reproduksi remaja, meningkatkan peran aktif masyarakat (orang tua siswa) dalam penanggulangan masalah kesehatan reproduksi remaja. Materi PKRR meliputi pertumbuhan dan perkembangan remaja, perkembangan seksual remaja, gizi remaja, latihan fisik dan rekreasi, rokok, minuman keras dan narkoba, kebersihan organ reproduksi, perilaku seksual berisiko, pergaulan bebas, PMS dan HIV/AIDS, pelecehan seksual, membangun keluarga sejahtera, kehamilan dan persalinan, serta hak reproduksi remaja. Kebijakan yang dikembangkan adalah bentuk pendekatan dalam menyampaikan pengetahuan, pemahaman dan perilaku positif tentang reproduksi sehat remaja dengan memperkuat dan memberdayakan para tenaga pendidik dan pengelola pendidikan melalui jalur dan sistem pendidikan yang sudah ada. Sehingga pendidikan kesehatan reproduksi remaja (KRR) atau adolescent reproductive health (ARH) akan dilaksanakan melalui jalur sekolah dan luar sekolah. Strategi Pendidikan pada satuan dan jenis serta jenjang pendidikan SLTP, SLTA (SMU/SMK), paket A dan B serta kelompok pemuda. Pelaksanaan pendidikan mengikuti sistem yang sudah ada. Jika mengacu pada sistem dimana KRR dilaksanakan, maka dibedakan menjadi 2 yaitu di sekolah meliputi jalur kurikuler, ekstrakurikuler, dan kegiatan khusus. Sedangkan yang kedua adalah jalur di luar sekolah. Meliputi kelompok pemuda, sanggar kegiatan belajar, balai pengembangan kegiatan belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat dan sebagainya. Untuk mengembangkan pendidikan KRR melalui jalur sekolah dan luar sekolah, upaya yang telah dan akan dilakukan adalah pengembangan modul/bahan belajar, metode dan model pembelajaran, pengadaan alat bantu peraga pendidikan KRR, dan penyiapan ketenagaan baik tenaga pendidik dan tenaga pendidikan melalui TOT yang diselenggarakan secara bertahap. Kerja sama dalam pelaksanaan PKRR yaitu pendidikan dilaksanakan disekolah oleh guru Bimbingan konseling, guru agama, guru biologi dan guru penjaskes bekerja sama dengan profesi, TOMA, TOGA, instansi lain dan LSM, Puskesmas, orangtua/BP3. Pada dasarnya, tujuan pendidikan seksualitas atau pendidikan kesehatan reproduksi remaja (PKRR), adalah untuk membekali para remaja dalam menghadapi gejolak biologisnya agar:  Mereka tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah karena mengetahui risiko yang dapat mereka hadapi.  Seandainya mereka tetap melakukannya juga (tidak semua orang dapat dicegah agar tidak melakukannya), mereka dapat mencegah resiko buruk yang dapat terjadi.  Jika risiko tetap terjadi juga, mereka akan menghadapinya secara bertanggung jawab. 2.3.2 Peningkatan Pengetahuan di Luar Sekolah Pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah diajarkan berdasarkan kurikulum yang disusun dan dikembangkan secara sistematis, dan pengajaran disampaikan secara teratur dan berjenjang. Sebagian lagi proses belajar tersebut berlangsung dalam kehidupan sehari-hari melalui interaksi individu dengan keluarga, kelompok-kelompok sosial, peer group, dan sebagainya. Sehingga secara keseluruhan kedua proses tadi membentuk manusia sebagai mahluk sosial yang memiliki pengetahuan, kemampuan, persepsi, nilai-nilai yang digunakannya untuk beradaptasi dalam kehidupannya. Secara ideal, pendidikan formal dalam sistem kemasyarakatan kita diharapkan berjalan dan berkembang seimbang dengan proses belajar di luar sekolah. Tetapi, dalam kenyataannya proses pendidikan formal menghadapi masalah dalam konteks penyampaian, penyerapan, dan aktualisasinya dalam tindakan. Secara khusus, perubahan sosial dan perubahan kebudayaan yang diakibatkan oleh derasnya arus informasi melalui media massa, dan aneka ragam informasi lain, seringkali tidak mampu disaring sepenuhnya oleh perangkat institusi lokal maupun nasional kita, dan memberi dampak langsung terhadap kehidupan remaja. Proses belajar di luar bangku sekolah terjadi di dalam keluarga dan di luar lingkungan keluarga. Secara tradisional, proses belajar dalam masyarakat dimaksudkan sebagai proses penyampaian dan transfer pengetahuan dan nilai-nilai luhur yang terjadi secara harmonis sesuai dengan ukuran masyarakat yang bersangkutan. Melalui proses ini, pewarisan nilai-nilai budaya diasumsikan terjadi dari generasi yang lebih tua ke generasi yang lebih muda. Selain itu, unsur-unsur kebudayaan dari luar (asing) seyogyanya juga terjadi secara selektif dan selaras, yakni unsur-unsur budaya yang dipandang baik, positif dan berguna oleh masyarakat yang bersangkutan akan diserap. Orang tua yang mewakili generasi yang lebih tua yang umumnya tidak menikmati pendidikan tinggi setinggi anak- anak mereka. Meskipun jenjang pendidikan bukan penyebab mutlak dari perbedaan pengetahuan, generasi muda sekarang ini memiliki kemampuan yang lebih besar untuk mengakses informasi ketimbang orang tua mereka. Desakan arus informasi tentang seks dan kontrasepsi terhadap remaja yang makin besar dan tak dapat dikendalikan berbarengan dengan melemahnya otoritas orang tua, muncullah peer group (teman sebaya) sebagai arena wacana yang memperkenalkan anak remaja dengan informasi baru, nilai baru dan perilaku baru, yang sering tidak atau kurang disetujui oleh generasi tua. 2.4 Kehidupan Seksual yang Sehat Pendekatan kesehatan reproduksi adalah berdasarkan jenis kelamin dan kategori usia yaitu usia pranikah yaitu remaja. Sebagian remaja telah siap bereproduksi yang biasanya ditandai dengan datangnya haid pada perempuan. Kesehatan reproduksi pada dasarnya merupakan unsur yang intrinsik dan penting dalam kesehatan umum, baik untuk laki-laki maupun perempuan. Selain itu kesehatan reproduksi juga merupakan syarat yang esensial bagi kesehatan bayi dan anak, remaja, orang dewasa, dan bahkan orang yang berusia setelah masa reproduktif. Dari perspektif biomedis, kesehatan reproduksi mencakup 3 unsur pokok yaitu kemampuan bereproduksi, keberhasilan bereproduksi, dan keamanan bereproduksi. Aspek budaya yang terkait dengan masalah reproduksi adalah perilaku seksual, kepercayaan tradisional, religi, kelas sosial, status sosial dan ekonomi, kesehatan jiwa, berbagai jenis pelayanan persalinan, faktor gender dan sebagainya. Ditinjau dari pendekatan biomedis dan sosial budaya, salah satu aspek kesehatan reproduksi remaja adalah perilaku seksual remaja laki-laki dan perempuan. Hal ini dimulai dari pengetahuan remaja laki-laki dan perempuan tentang organ reproduksi dan fungsinya, perilaku seksual yang menyebabkan kehamilan, aborsi dan berbagai penyakit kelamin. Kehidupan seksual remaja yang sehat adalah: 1. Kehidupan seksual itu dapat dinikmati karena remaja sudah tahu aspek positif dan negatifnya, sehingga mereka melakukannya setelah benar-benar mempertimbangkannya secara matang. Jika mereka melakukan, merekapun akan bertanggung jawab terhadap akibat-akibat yang dapat terjadi. 2. Bebas dari kemungkinan terkena penyakit. Bukan hanya penyakit seksual saja, tetapi segala penyakit yang dapat mengenai organ reproduksinya. 3. Bebas dari ketakutan yang tidak perlu. Hal ini tidak akan terjadi jika mereka mengetahui proses reproduksi secara benar dan dapat membedakan mana yang hanya kepercayaan tanpa dasar dan mana yang berdasarkan fakta ilmu pengetahuan. 4. Mereka memahami tata nilai sosial dan budaya mengenai seksualitas, sehingga mereka akan berperilaku seksual sesuai dengan tata nilai tersebut. Secara psikologis remaja harus mampu mengendalikan diri dan mengintegrasikan segala dorongan yang ada dalam dirinya, baik dorongan sosial maupun seksualnya. Upaya agar menjadi orang yang bermoral dan bertanggung jawab, yang harus diberikan adalah: • Pendidikan seksual yang benar dan bertanggung jawab. • Perhatian dan kasih sayang yang cukup dalam keluarga • Rangsangan seksual (psikis dan fisik) harus dihindari. • Bergaul dengan lawan jenis secara prositif dan sehat. • Menerima pendidikan agama dan moral sesuai kebutuhan remaja masa kini. • Melibatkan diri dalam kegiatan positif, baik fisik maupun mental. Pendidikan kesehatan yang dilaksanakan di lembaga formal maupun di luar sekolah akan meningkatkan pengetahuan pada remaja khususnya dan masyarakat pada umumnya sehingga akan dapat menimbulkan perubahan perilaku. Perubahan pengetahuan ini menurut Soekidjo Notoatmodjo, Dr., 1993, dimulai dari daerah kognitif kemudian menimbulkan respon batin dan akhirnya rangsangan tersebut akan menimbulkan respon yang lebih jauh lagi yaitu tindakan atau perilaku.